Pangkalpinang,Kbrina.com – Bangka Belitung,06/02/2024 terkait adanya pemberitaan yang menyudutkan tentang progam pamaset PT Timah dengan produk SHP yang dianggap merugikan perusahaan BUMN dan termasuk adanya pemeriksaan kejagung tentang tata kelola niaga timah yang merugikan negara .
SHP (sisa hasil pengolahan) adalah produk dari pengamanan aset yang didasarkan atas SK direksi no.030/tahun 2018 tentang pengamanan aset bijih timah dalam WIUP PT Timah yang ditanda tangani Dirut PT.Timah M.Riza Pahlevi Tabrani .
Sisa hasil pengolahan berupa lowgrade hasil penambangan dan pelimbangan skala tradisional yang bekerja dalam IUP diluar SPK tambang yang dilakukan baik diwilayah produksi darat maupun laut bahkan sampai akhir tahun 2023 lalu untuk Program SHP ini dibalut dengan SPK Pamaset Pengangkutan SHP contoh ada SPK Pengangkutan diLaut matras ,laut Belinyu,laut toboali dengan pihak ketiga contoh DU 1548 ada CV.Aldo,CV .SMS dan CV .Pelangi Berkat.
Laut Matras ada SPK Pamaset SHP oleh CV.ABP, CV.J.M dan Dibasel ada CV.BEB . ” Jelas Narsum yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan kepada awak media saat diwawancara Senin malam(05/02/2024).
Program Pengamanan aset ini disosialisasikan sejak 2016 dengan menggandeng pihak perbankan dengan mengeluarkan kartu tambang guna membayar kompensasi penambang rakyat namun tidak efektif ,jadi sejak 2017 pengamanan aset yg dikenal SHP sudah berjalan dikomandoi oleh kepalan.Unit Darat Bangka waktu Itu A.P dan kepala bidang pengawasan produksi (wasprod) Basel,Bangka induk,Bateng dan Bangka barat yaitu
SP , R.A, FJR ,dan A.H.
Sementara wilayah Belitung dan Kundur belum berjalan.
Memasuki periode awal 2018 sesuai SK Dirut no.030/2018 tersebut barulah dilakukan kompensasi langsung ke masyarakat penambang dengab program SHP yang berjalan disemua wilayah produksi PT.Timah di Bangka Belitung.
Kondisi Pertimahan saat itu (2017-2018) sama dengan saat ini dimana harga beli bijih timah masyarakat lebih tinggi dismelter swasta daripada harga diPT.Timah.sehingga menyebabkan ekspor logam pun saat itu 75: 25 % dipegang oleh smelter swasta.
Yang diduga asal usul bijihnya diambil dari penambang ilegal didalam konsesi PT.Timah Tbk.
Oleh karena itu program Pengamanan aset dg SHP menjadi upaya perusahaan guna menjaga kebocoran dan hilangnya bijih timah yang dilakukan pihak luar melalui kaki kakinya yaitu kolektor 2 yang mengambil timah masyarakat didalam wilayah konsesi PT Timah Tbk.
Jadi kegiatan pengamanan aset ini ada langkahnya pertama adanya instruksi Dirut PT.Timah Tbk , kedua dilakukan sosialisasi dan himbaun ke masyarakat penambang yg bekerja dalam IUP namun tidak memiliki izin atau SPK.
Untuk dikumpulkan dan diangkut ke pospul atau pospam terdekat oleh pihak pengamanan PT Timah bersama pihak pengamanan eksternal ,dan diserahkan ke bagian pengawasan tambang sesuai asal usul bijih dan dilakukan kompensasi (imbal jasa) terkait hasil timah yang mereka peroleh kepada bagian pengangkutan PT timah .
Dari sini pihak pengangkutan langsung mengirimkan ke PPBT ( pusat pengolahan bijih timah) wilayah guna dilakukan peningkatan kadar untuk dikirimkan ke Muntok menjadi kadar lebur , atau langsung dikirimkan ke BPM Pusmet by PPBT/GBT .
Selain itu PT Timah Tbk pun melakukan kontrak kerja sama dengan SPK pemgolahan ke beberapa perusahaan seperti PT.Inti Zirkon di Tanjung Ular Muntok ,PT Bersahaja di Merawang Bangka guna melakukan proses upgrade timah lowgrade (kadar rendah )menjadi siap lebur sekaligus memisahkan timah dan mineral ikutannya ( Elemenit,Zirkon, monazite,dll).” Jelas Narsum.
Jadi proses pengolahan diTanjung ular sudah menghasilkan banyak produksi mineral Timah (caseterite)siap lebur dan MIT(mineral ikutan timah)yang sangat berharga dan sejak beberapa tahun kebelakang malah Pabrik Pengolahan Mineral diTanjung Ular sudah dikerjakan langsung oleh karyawan PT Timah dibawah divisi Pengolahan tanpa pihak ketiga baik itu dari lowgrade (timah kadar rendah dan tailing dari Bidang Pengolahan Mineral /BPM yang masuk dari KIP/KK maupun Tambang ).
Jadi proses berjenjang dari pengolahan peningkatan kadar siap lebur sd ke pabrikasi logam timah ke Pusmet .
Namun karena timah kadar rendah maka yang menjadi “bottle necknya”adalah pengolahan atau tempat upgrade kadar Sn atau PPBTnya yang kapasitas tampung dan alatnya kurang mampu mengolah pasir timah dan mineral ikutanya dalam waktu singkat karena produksi yang masuk dari SHP cukup besar saat itu belum lagi dari produksi tanbang SPK baik darat ataupun laut .
Mengenai Hasil pemgamanan aset produk SHP itupun dibarengi dengan nilai kompensasi dengam list price dari hasi pengecekan kadar Sn baik yang dilakukan secara manual, taksasi kaleng susu, Mikroskop,Kimia atau dengan alat X Ray portable sesuai dengan SOP penerimaan bijih timah dipospam.
Jadi tidak asal ambil dan bayar kompensasi timah karena semua pospul atau gudang ada tukang taksasi kadar atau nilai Sn berdasarkan taksasi sederhana ataupun taksasi mikroskop dan x Ray portable.
Jadi jika disampaikan ada oknum internal yg bermain mark up harga atau pun bermain nilai / kadar timah tidak beralasan jika mengacu pada sop yang ada.
Apalagi dari kegiatan kompensasi langsung tersebut dikatakan masuk dana kepelaksana dilapangan jutaan,bahkan miliaran rupiah sangat tendensius.
Dan ini mesti diluruskan jangan sampai Narsum yang katanya berasal dari internal /karyawan PT.Timah ini berani menyebutkan sejumlah nama yang bermain dengan program SHP tersebut.
Hingga nanti bisa dilaporkan balik menyebarkan berita hoax dan mendeskreditkan nama baik seseorang dan tentunya nama perusahaan BUMN PT Timah Tbk
Dan jelas ada pelanggaran Perjanjian Bersama (PKB) tentang mengeluarkan data atau rahasia Perusahaan tanpa izin adalah merupakan pelanggaran berat karyawan dengan ancaman akan diPTDH” ujar narsum .
“Dan menjadi aneh kalo Pihak manajemen PT Timah Tbk diam akan semua yang terjadi dimana kondisi perusahaan yang saat ini terpuruk akibat maladministrasi tata kelola niaga dengan adanya afiliasi Direksi PT Timah dengsn beberapa smelter swasta dalam Kontrak Lebur Balok Timah.
Jangan sampai direksi malah menumbalkan karyawan pelaksana terkait program operasi produksi atau pamaset (SHP) yang sampai saat ini pun masih berjalan .” Tutup narsum mengakhiri obrolan dengan awak media.
(Tim)