Pangkalpinang— Menjelang Pilkada Ulang Pangkalpinang 2025, luka lama kembali dibuka. Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Provinsi Bangka Belitung (Babel) dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap Maulan Aklil (Molen). Mereka menyebut kebijakan-kebijakan Molen di periode sebelumnya bukan hanya merugikan, tetapi juga menghancurkan sendi ekonomi PKL.
Ketua APKLI Babel, Mangimpal Lumbanturoan, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pernah melupakan kebijakan diskriminatif Molen yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) berbelanja di pedagang kaki lima. Baginya, keputusan itu bukan sekadar aturan, melainkan tamparan keras bagi ribuan pedagang kecil.
“Larangan ASN belanja di PKL adalah bentuk nyata bagaimana pemerintah di bawah Molen memandang rendah martabat kami. Bayangkan, ribuan ASN yang bisa menjadi pelanggan tetap diputus aksesnya. Itu sama saja membunuh penghasilan kami secara perlahan,” tegas Mangimpal.
Menurutnya, kebijakan tersebut meninggalkan trauma mendalam bagi PKL. Alih-alih diberdayakan, pedagang kecil justru ditekan dengan berbagai aturan sepihak tanpa solusi jelas.
“Setelah apa yang kami alami, wajar kalau kami bilang: janji-janji Molen sekarang sulit dipercaya. Bagaimana mungkin orang yang pernah menghancurkan kami, kini datang lagi dengan wajah manis seolah-olah peduli?” ujarnya penuh kecewa.
Tidak berhenti di situ, APKLI juga menyoroti praktik diskriminasi dalam event kuliner di masa kepemimpinan Molen. Dalam gelaran seperti Food Milenial Festival, hanya segelintir UMKM yang dipilih tampil, sementara mayoritas pedagang kecil justru tersisih.
“PKL hanya dijadikan komoditas politik. Mereka dipakai ketika butuh pencitraan, tapi di lapangan dibiarkan menderita. Banyak anggota kami merasa dianaktirikan. Ini bukti nyata bahwa keberpihakan Molen pada UMKM hanya sebatas slogan,” ungkap Mangimpal.
Padahal, data media Bangkapos pada 7 Desember 2022 mencatat bahwa Molen berdalih kebijakan larangan ASN belanja di PKL dilakukan demi ketertiban dan mengembalikan fungsi trotoar agar tidak kumuh. Namun, alasan itu dianggap mengada-ada dan justru menyingkirkan pedagang kecil dari ruang hidupnya.
“Apapun alasannya, kebijakan itu terbukti menjerumuskan kami ke jurang kerugian. Molen bisa berkilah dengan kata ‘penataan’, tapi faktanya yang terjadi adalah pemiskinan PKL. Itulah sebabnya kami tidak akan pernah percaya lagi pada janji politiknya,” pungkas Ketua APKLI Babel. (***)

