TOBOALI, BANGKA SELATAN, Senin , 22 September 2025 – Nasib pahit tengah dirasakan para petani padi di Desa Rias, Kecamatan Toboali, Bangka Selatan. Meski panen musim tanam kedua (IP200) tahun ini melimpah dan kualitas gabah meningkat, petani justru kebingungan mencari pasar. Penyebabnya: Perum Bulog Cabang Bangka sejak 5 September 2025 resmi menghentikan pembelian gabah kering panen (GKP) petani.
Padahal, sejak Februari lalu, kebijakan pemerintah membeli gabah dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp6.500/kg sempat disambut gembira petani. Harga stabil tersebut telah mendorong semangat menanam dan meningkatkan produksi. Namun kini, harapan itu hancur.
“Sudah hampir dua minggu Bulog tidak membeli. Alasannya kuota habis. Akhirnya petani terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga lebih rendah,” ujar Asmawi, salah satu petani di Desa Rias.
Harga Anjlok, Tengkulak Bermain
Dengan dihentikannya pembelian Bulog, harga gabah jatuh ke Rp6.000/kg bahkan lebih rendah. Tengkulak kerap menekan harga dengan alasan kualitas gabah petani tidak sesuai standar. Akibatnya, keuntungan petani makin menipis.
“Kalau begini terus, kami kehilangan semangat untuk melanjutkan tanam IP300,” keluh seorang petani lain.
Dugaan Permainan Bulog
Dari penelusuran investigasi media, muncul dugaan adanya praktik tidak sehat di balik keputusan Bulog. Seorang narasumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa Bulog Babel diduga “bermain mata” dengan sejumlah pengusaha lokal.
“Bulog lebih memilih mendatangkan beras dari luar, terutama Sumatra melalui jalur Pelabuhan Muntok. Sementara gabah petani lokal dibiarkan tak terbeli. Ini yang membuat kuota disebut habis,” beber narasumber tersebut.
Jika dugaan ini benar, maka penghentian pembelian gabah petani bukan sekadar alasan teknis kuota, melainkan skenario bisnis yang merugikan petani dan menguntungkan jaringan tertentu.
Gubernur Hidayat Pasang Badan
Situasi ini membuat Gubernur Babel, Hidayat Arsani, geram. Dari Batam, Sabtu (20/9/2025) malam, ia langsung menghubungi Kepala Bulog Cabang Bangka, Akhmad Fahmi Yasin.
“Kenapa Bulog berhenti membeli gabah petani? Ini merugikan rakyat. Saya minta solusi segera, bukan alasan,” tegas Hidayat.
Namun jawaban yang diterima mengecewakan: kuota pembelian sudah habis. Tak puas, Hidayat mengeluarkan ultimatum. Kepala Bulog diwajibkan menghadapnya pada Senin (22/9/2025) untuk mencari solusi.
“Kalau Bulog berhenti membeli, itu sama saja mematikan semangat petani. Padahal kita sedang menggalakkan swasembada pangan. Ini kontradiktif,” tandasnya.
Ancaman Mafia Beras
Penghentian pembelian gabah di tengah panen raya dan isu masuknya beras dari luar daerah menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada mafia beras yang bermain di balik Bulog? Jika praktik ini dibiarkan, maka bukan hanya petani Babel yang dirugikan, tapi juga masa depan kedaulatan pangan daerah.
“Ini harus diselidiki lebih jauh. Jangan sampai Bulog justru jadi pintu masuk mafia beras,” desak seorang aktivis pertanian Babel.
(kbrina.com|ryoesha)

