slide 1
Image Slide 2
Image Slide 1
Image Slide 5
Image Slide 3
Image Slide 4
previous arrowprevious arrow
next arrownext arrow
Shadow
Gambar 2
Gambar 2

Kontra Pernyataan Kejagung, PT Timah Tbk Disebut Tampung Pasir Ilegal

KBRINA.COM, BANGKA BELITUNG – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menegaskan larangan kepada PT Timah Tbk untuk menampung dan membeli pasir timah hasil penambangan ilegal. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat berada di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Bangka Belitung, Selasa (30/9/2025).

Menurut Anang, PT Timah Tbk sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi sehingga tidak dibenarkan membeli atau menampung hasil tambang dari luar IUP.
“Jelas tidak boleh, dan tetap tidak boleh. Ada konsekuensi hukum,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa setiap penambangan ilegal akan ditindak dan ditertibkan.
“Itu tanah negara, sudah jelas akan ada penindakan. PT Timah Tbk juga dilarang membeli hasil tambang ilegal,” tambah Anang.

Namun pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Pasalnya, PT Timah Tbk justru disebut-sebut pernah mengambil dan membeli pasir timah yang berasal dari luar IUP. Proses ini bahkan difasilitasi oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) Babel.

Kasus ini bermula dari penyitaan pasir timah hasil tambang ilegal di perairan laut Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pasir timah tersebut dititipkan di Pos Timah Pospam 112 Jelitik dengan label “titipan Satgas Manggala” atas kesepakatan bersama para penambang.

Sumber menyebutkan, pasir timah itu kemudian diamankan Bakamla. Selain itu, empat personel Bakamla juga menyita barang bukti lain berupa lima kampil (sekitar 203 kilogram) pasir timah dari kediaman seorang kolektor berinisial C di Desa Rambak. Total barang bukti yang diamankan mencapai 18 kampil dengan berat keseluruhan 462 kilogram.

Menindaklanjuti informasi ini, awak media mendatangi Kantor Bakamla Babel pada Senin (15/9/2025) untuk meminta keterangan. Kepala Bakamla, Yuli Eko Prihartanto, menjelaskan bahwa pasir timah tersebut disita karena berasal dari luar IUP.
“Pasir timah yang kami amankan jelas hasil penambangan ilegal. Termasuk milik kolektor C, walaupun ia memiliki CV yang bermitra dengan PT Timah Tbk, pasir tersebut tetap berasal dari luar IUP,” jelas Yuli.

Beberapa hari kemudian, Kamis (18/9/2025), pasir timah dengan total 462 kilogram itu justru dijemput langsung oleh seseorang bernama Aldes, yang mengaku sebagai bagian dari pengamanan PT Timah Tbk. Ia datang menggunakan mobil Mitsubishi Triton putih berplat BN 1663 QD.

Kepada awak media, Aldes mengaku hanya melaksanakan perintah dari perusahaan.
“Dalam hal ini kami dari pihak produksi PT Timah menjemput dan mengawal barang untuk kembali ke PT Timah,” ujarnya.
Ia menambahkan, dirinya tidak mengetahui bahwa pasir timah tersebut berasal dari luar IUP.
“Saya tidak tahu kalau barang ini hasil di luar IUP, saya hanya diperintahkan untuk menjemput,” tambahnya.

Pernyataan ini jelas berseberangan dengan pernyataan resmi Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna. Publik pun bertanya-tanya: apakah PT Timah Tbk melanggar aturan yang sudah ditegaskan Kejagung? Dan pada akhirnya, siapa yang benar-benar menjadi korban dari praktik ini? Apakah masyarakat kecil lagi-lagi harus menanggung dampaknya?. (tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *