Pilkada Ulang Pangkalpinang: Tinggal Landas atau Tertinggal di Landasan?
Opini oleh: M. Hafiz Hanif
Menjelang Pilkada ulang, ruang publik Pangkalpinang semakin riuh dengan gimmick, klaim-klaim sepihak, hingga saling serang yang tak jarang berujung pada kampanye negatif. Pertanyaannya: Apakah semua ini akan membawa Pangkalpinang tinggal landas menuju kemajuan, atau justru membuatnya terus tertinggal di landasan?
Di tengah gemuruh narasi tanpa substansi—yang lebih sering dipoles oleh algoritma ketimbang nurani—masyarakat disuguhi pertunjukan di “teras depan rumah”. Ya, halaman depan politik lokal kita kini penuh dengan parade simbol dan retorika, tapi sayangnya belum ada yang benar-benar menyentuh “ruang tengah”—yakni ruang batin dan akal sehat masyarakat yang semakin kritis.
Fakta di lapangan berbicara lain. Berdasarkan survei dan kajian akademik, isu-isu seperti gimmick, kampanye negatif, bahkan isu SARA ternyata tidak terlalu memengaruhi pilihan pemilih pada Pilkada sebelumnya di Pangkalpinang. Yang lebih mengkhawatirkan, sekitar 70.000 hingga 80.000 warga kini menunjukkan sikap apatis terhadap Pilkada ulang. Mereka jenuh—lelah dengan narasi kosong dan sandiwara politik yang tak menyentuh akar persoalan.
Budaya pragmatis yang tumbuh subur di “teras”, sayangnya belum mampu menembus ke “dapur pemikiran” warga. Politik transaksional dan sekadar “mencari panggung” hanya akan menjauhkan para kandidat dari denyut nadi masyarakat yang sesungguhnya.
Kini, publik menanti: siapa pasangan calon yang mampu menyuguhkan “menu utama” di ruang tengah? Bukan sekadar pencitraan, tapi gagasan yang menyentuh, program yang konkret, dan yang terpenting: kemampuan untuk memanggil emosi dan harapan warga Pangkalpinang.
Pilkada ulang ini tidak boleh sekadar menjadi ajang rebutan kekuasaan. Ia harus menjadi momentum untuk membangkitkan kembali kesadaran kolektif, bahwa masa depan Pangkalpinang ada di tangan kita bersama.
Pertanyaannya tetap:
Apakah Pangkalpinang akan tinggal landas?
Atau kembali tertinggal di landasan sejarah?
Kita tunggu, siapa yang benar-benar berbicara dari dan untuk ruang tengah.
(Bersambung…)

