Tangisan Alam, Amarah Warga: Saat Gajah Terusir dari Rumahnya, DPRD PALI Mulai Bertindak, PT MHP Harus Tanggung Jawab !

KBRINA, PALI – Di sudut bumi yang dahulu hijau dan damai, Desa Semangus kini dirundung ketakutan. Malam-malam yang dulu diiringi nyanyian hutan telah berganti menjadi jeritan kegelisahan. Raksasa-raksasa berbulu abu itu—gajah-gajah yang dahulu megah berjalan dalam rimbunnya belantara—kini turun ke kebun-kebun warga, menghancurkan harapan mereka seiring tumbangnya pohon-pohon yang menjadi sumber kehidupan.

Di balik semua ini, satu nama menjadi sorotan: PT Musi Hutan Persada (MHP). Perusahaan kehutanan ini dituding sebagai biang keladi di balik derita warga. Hutan-hutan konservasi yang dahulu menjadi benteng alam bagi satwa kini tinggal cerita. Raksasa-raksasa hutan pun tersingkir dari rumahnya, terpaksa mengembara ke wilayah manusia, menuntut hak mereka yang dirampas.

Ketegangan memuncak pada Senin, 10 Februari 2025. Di ruang sidang DPRD Kabupaten PALI, suara-suara kemarahan menggema. Ir. Harnadi Panca Putra, perwakilan PT MHP, berusaha menenangkan badai dengan dalih bahwa mereka telah menghadirkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) guna mencari solusi. Namun, kata-kata yang terucap terasa hampa bagi warga yang telah lelah menanti janji-janji tanpa bukti.

Ketua DPRD PALI, Ubaidillah, S.H., berdiri tegak dalam persidangan, suaranya tajam menusuk ke arah perwakilan perusahaan.

“Kami tidak akan tinggal diam. PT MHP harus bertanggung jawab! Jika mereka terus lalai, DPRD akan mengambil langkah tegas.”

Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD PALI, Firdaus Hasbullah, S.H., M.H., mengingatkan bahwa hutan yang dikelola PT MHP bukan sekadar lahan bisnis, tetapi juga ekosistem yang harus dijaga.

“Jika konservasi diabaikan, maka bukan hanya gajah yang akan merana, tetapi juga warga yang kini hidup dalam ketakutan. Jika MHP tidak bertindak, kami akan membawa masalah ini ke tingkat pusat!” tegas politisi asal Partai Demokrat.

Di tengah gejolak ini, Lian Sasnadi, Kepala Desa Semangus, berdiri mewakili warganya yang telah lelah menghadapi ancaman satwa liar. Suaranya bergetar, bukan karena gentar, tetapi karena kemarahan yang tertahan.

“Kami hanya diberi janji-janji! Sementara gajah-gajah itu terus merangsek ke kebun, memusnahkan panen yang menjadi harapan hidup warga. Sampai kapan kami harus menunggu? Sampai ada korban jiwa?”

Hutan yang dulu kaya akan kehidupan kini menjadi ladang ketakutan. Bukan hanya gajah yang terusir, tetapi juga babi hutan, ular, bahkan harimau. Mereka semua kini mengintai pemukiman, mencari perlindungan yang telah dirampas.

Di balik segala penderitaan ini, satu tuntutan bergema dari bibir-bibir warga yang muak dengan ketidakpedulian:

“Jika PT MHP tidak bisa menyelesaikan masalah ini, lebih baik mereka angkat kaki!”

DPRD PALI berkomitmen akan terus mengawal permasalahan ini. Jika PT MHP tetap bersikeras mengabaikan tanggung jawabnya, langkah hukum akan ditempuh.

Hutan yang mati adalah tangisan alam yang pilu. Namun, lebih pilu lagi adalah jeritan warga yang kehilangan tanah, ketenangan, dan harapan. Akankah PT MHP benar-benar menepati janjinya, ataukah ini hanya satu lagi kisah tragis dari kerakusan manusia ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *